Jabat tanganku mungkin untuk yang terakhir kali
Kita berbincang tentang memori dimasa itu
Peluk tubuhku usapkan juga airmataku
Kita terharu seakan tiada bertemu lagi
Bersenang senanglah karena hari ini akan kita rindukan
Di hari nanti...
Sebuah kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah karena hari ini akan kita banggakan
Di hari tua...
Sampai jumpa kawanku... semoga kita selalu...
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan...
Sampai jumpa kawanku... semoga kita selalu...
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan...
Sebuah lagu berjudul Kisah Klasik Untuk Masa Depan- Sheila On 7
mengiringi irama jemariku merampungkan Catatan Akhir Sekolah ini. Jika kita bicara tentang akhir sekolah, pasti kalian bisa menebak yang ingin aku tulis disini adalah tentang masa SMA, masa paling indah dari semua masa, begitulah kata kebanyakan orang.
Aku merasakannya, merasakan betapa berkesannya masa berseragam putih-abu itu. Ada sejuta kisah yang terajut menjadi serentetan rekaman yang tak kan terlupakan. Segalanya bercampur baur, seperti gado-gado, ada tawa, tangis, amarah, bangga, egoistis, kebersamaan, dan masih banyak lagi yang aku rasakan bersama mereka. Mereka yang turut berlari bersamaku meraih mimpi-mimpi yang kami gantungkan dipuncak pelangi. Merekalah yang kusebut teman.
Masa SMA kuibaratkan sebagai sebuah sinetron. Dengan durasi yang panjang tercipta beragam kisah dan konflik disetiap episodenya. Ada persahabatan yang terkadang diselingi permusuhan, persaingan untuk menjadi yang terbaik, hasrat bermain menghabiskan masa remaja, bahkan sampai ke.......... lovelife.
Haha, cinta. Aku ingat betul betapa hebohnya teman-temanku saat memproklamirkan bahwa mereka have a new relationship partner, dan kami—yang hanya menjadi pendengar kisah cinta mereka—langsung berteriak “traktiiiiiiiiiiirrrrrrr”. Oh, indahnya! Tapi tak selamanya cinta itu indah. Ada kalanya mereka— “si pejuang cinta”— merasa lelah dan memutuskan mundur dari medan pertempuran. Maksudnya putus gitu. Dan kebahagiaan itupun seakan berubah menjadi kehancuran bagi mereka. They even thought this would be the end of their life. Berlebihan memang. Tapi begitulah efek cinta. (Ehem, curcol nih kayaknya. Hehe)
Seperti inilah indahnya pacaran. Seakan dunia milik berdua, yang lain ngontrak. hihi.
That’s not at all. Di SMA ini ku dapatkan arti dari persahabatan. Like a drugs, jika aku sudah berkumpul dengan teman-temanku, aku selalu merasa kecanduan untuk menghabiskan waktu bersama mereka, melupakan sejenak rasa penat akibat belajar terus-menerus. Merekalah kebahagiaanku. Merekalah penyemangatku. Merekalah obat paling mujarab ketika aku sakit. Mereka menjadikan hidupku berwarna-warni seperti pelangi. Yippiiieeeyy :)
Thanks for all of my friends, i cannot say anything except I LOVE YOU ALL, smoooooch :*
Lulus. Satu kata yang tidak pernah aku lihat dengan mata kepalaku sendiri atas hasil tes penjaringan calon mahasiswa universitas yang aku ikuti. Sudah berkali-kali aku mengikuti berbagai macam tes dengan universitas yang berbeda namun tak sekalipun kata lulus itu muncul mengiringi namaku. Entah apa salahku. Aku merasa sudah berusaha semaksimal mungkin. Tiap detik aku panjatkan doa pada Yang Maha Kuasa sembari bercucuran airmata. Aku pun tak pernah melewatkan sedikitpun kesempatan untuk berbuat baik.
Sebenarnya apa salahku sampai Tuhan tak mengijinkanku untuk melihat kata lulus itu?
Itulah pertanyaan yang terus berputar-putar di benakku. Sudah berhari-hari kulewati dan aku tak bisa menemukan jawaban yang tepat. Ku lihat satu per satu teman-temanku mendapatkan kata lulus itu, bahkan ada yang mendapatkannya dengan usaha yang minimal. Oh Tuhan, mengapa mereka begitu beruntung?
Beruntung. Jika itu memang satu-satunya hal yang bisa mengantarkanku pada kata lulus, dimana aku bisa mendapatkannya? Aku bertanya sana-sini dan mereka selalu menjawab, itu sudah takdir Yang Maha Kuasa. Takdir? Lagi-lagi aku bertemu sebuah kata yang memunculkan berjuta-juta pertanyaan di otakku.
Kurasa takdir itu sudah harga mutlak dan tak ada yang bisa merubahnya. Takdir itu sudah digariskan Tuhan Yang Maha Kuasa. Lalu apalagi yang bisa kutanyakan jika ujung-ujungnya adalah Tuhan? Mengapa seakan Tuhan tidak adil padaku? Haruskah aku menyalahkan Tuhan atas cobaan bertubi-tubi yang menimpaku ini?
Aku adalah makhluk paling hina jika aku benar-benar menyalahkan Tuhan. Tuhan tidak pernah salah karena tempatnya berbuat salah adalah diri kita sendiri, para manusia yang tidak pernah bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan. Coba hitung, berapa banyak nikmat yang sudah diberikan Tuhan? Sudahkah kita mensyukuri satu per satu nikmat yang Tuhan berikan? Kurasa jawabannya belum dan bahkan tidak mungkin karena nikmat yang diberikan-Nya itu terlalu banyak untuk kita sebut satu per satu.
Salah satu keanehan para manusia adalah ketika mendapatkan nikmat dari-Nya kita begitu senang dan sampai lupa mensyukurinya namun ketika kita mendapatkan musibah atau cobaan dari-Nya, kita malah ngedumel dan mempertanyakan apa salah kita sampai Dia menjatuhkan cobaan ini pada kita. Seperti yang aku lakukan sekarang, hanya ngedumel dan mempertanyakan apa salahku pada Tuhan. Bodohnya aku.
Kini aku paham satu hal. Satu hal yang tidak pernah aku lakukan selama aku bertarung dalam tes-tes seleksi masuk universitas. Satu hal yang membuat aku terperangkap dalam jurang penyesalan yang begitu dalam. Satu hal yang menjadi kunci sebuah kesuksesan. Dan hal itu adalah belajar ikhlas.
Setiap hari aku berdoa pada Tuhan dan merengek-rengek meminta-Nya mengabulkan doaku. Lalu aku berbuat baik dengan niat sebagai bahan pertimbangan Tuhan agar Dia segera mewujudkan keinginanku. Ketika Tuhan tidak mengabulkannya, aku malah merutuki kebodohanku. Inilah salahku.
Seharusnya aku ikhlas. Ikhlas pada apapun keputusan Tuhan karena Tuhan tau yang terbaik buat kita. Ikhlas berbuat baik dengan niat semata-mata mencari ridha-Nya. Ikhlas menerima kekalahan dengan hati yang lapang. Karena sesungguhnya ikhlas itu indah.
Jika kita sudah ikhlas berarti kita bersyukur atas segala nikmat yang Tuhan berikan dan atas takdir yang Tuhan gariskan pada kita. Karena sesungguhnya orang-orang yang bersyukur itu adalah orang-orang yang beruntung. Mengapa demikian? Karena dengan bersyukur semua hal yang kita punya akan balik mendoakan kita di akhirat kelak.
Memang, belajar ikhlas itu tidak mudah, butuh proses yang cukup lama. Namun ketika ikhlas itu sudah melekat dalam hati kita niscaya hidup kita akan bahagia. Karena sekali lagi aku katakan bahwa ikhlas itu indah