Rabu, 07 September 2011

Catatan Akhir Sekolah (part III)

Bekasi, 6 September 2011

Saat itu saya sedang menikmati pemandangan sepanjang perjalanan menuju desa Sukatani melalui kaca mobil saya. Terbantang hamparan warna hijau berkilauan karena diterpa sinar matahari bertautan dengan siluet biru muda khas langit. Sungguh lukisan Tuhan yang begitu menakjubkan.

Desa Sukatani adalah desanya para petani yang terletak dipinggiran kota Bekasi. Selama perjalanan, mata saya seakan disegarkan oleh keasrian tanaman padi yang masih hijau maupun yang sudah menguning. Ketika saya menurunkan kaca mobil, WUSSSSSHH! angin menampar-nampar wajah saya lembut. Mata saya terpejam, berusaha merasakan setiap jengkal nikmat yang diberikan Tuhan. Alhamdulillah wa syukurillah J

Dan angan saya mulai memutar kembali memori beberapa tahun yang lalu, tepat ketika seragam putih abu masih menceritakan kisahnya...

Bekasi, 2010

“GESEEEEEKKKK!!!!” teriak seorang anak laki-laki mengacaukan suasana kelas yang sunyi senyap. Mendadak beberapa anak lelaki maju ke depan kelas dan menggotong tubuh seorang anak laki-laki yang sedang duduk kalem mencatat rumus matematika yang ada di papan tulis. Kebetulan guru yang bersangkutan sedang ada urusan setelah meninggalkan coretan tangannya terlebih dahulu.

Si anak yang digotong, lalu berteriak memohon “EH GILA LO SEMUA PLEASE JANGAN GUEEEEEE!!!”

Namun permohonan anak tersebut ditolak dan tubuhnya sudah dibawa secara paksa menuju sebuah pilar penyangga gedung sekolah. “GESEEEEEKKKK!!!” teriakan mengomandoi dari salah satu anak yang diikuti penarikan paksa kaki si anak yang digotong sehingga terbuka membentuk huruf V lalu bagian vitalnya digesekkan ke pilar tersebut. Sadis!

Si anak yang digotong merintih kesakitan. Namun sayang, rintihannya malah ditertawakan dengan anak-anak lain. Setelah puas mengerjai, anak tersebut dibebaskan dari siksaan “Gila! Kenapa harus gue sih yang kena gesek?”

“Karena lo belom jadi murid laki-laki kalo belom kena gesek,”

Haha. Permainan gesek menggesek itu memang menjadi tontonan yang mengasyikkan bagi murid kelas 12 saat itu ditengah padatnya jadwal sekolah, ditambah PM (Penambahan materi) dan bimbel. Walaupun sudah banyak korbannya, namun tidak ada satupun anak yang menyimpan dendam. Justru permainan ini menjadi kenangan tersendiri dibalik usangnya seragam putih abu kami sekarang.

Ngomong-ngomong soal gesek-menggesek, nggak afdhol kalo kita nggak ngomongin siapa penciptanya. Permainan ini diciptakan oleh sekelompok anak laki-laki, yang bisa dikatakan tidak pernah mendapat perhatian khusus dari warga sekolah. Mungkin bagi anak-anak lain, mereka hanyalah segerombol anak bandel yang sukanya duduk di bangku belakang, selalu membuat keributan, dan tidak pernah mencetak prestasi di bidang akademik sekalipun. Namun entah mengapa, seiring berjalannya waktu, mereka mampu menunjukkan bahwa mereka itu "ada", mereka juga merupakan bagian warga sekolah yang patut dibanggakan.

Mereka adalah Palbis Family atau biasa disingkat PBF. Terdiri dari 9 pejantan tangguh dengan karakter dan keunikan masing-masing. Inilah wajah mereka.

Dari kiri ke kanan: Surya, Daus, Arha, Dimas, Ega, Opang, Ocid, Salman, Putu
Ide gila terlintas di benak saya. Saya ingin menulis kisah mereka dan (syukur-syukur bisa) menjadikannya sebuah novel. Kenapa harus mereka? Karena menurut saya kisah mereka menggambarkan dunia putih-abu yang sesungguhnya. Dunia dimana mimpi, harapan, ego, cita-cita, cinta, persahabatan, persaingan bercampur aduk menjadi satu ramuan bernama kenangan.

Semoga saja ide ini tidak sekedar niat namun bisa terlaksana, insya Allah :)