Heran. Aku mengherani kelakuanku sendiri. Kenapa mataku tak bisa lepas sedetikpun dari wajah lembayung itu? Wajah yang sedari tadi tak pernah membalas tatapanku—walaupun aku tahu sebenarnya dia menyadari aku sedang memperhatikannya.
Sekali lagi, aku menghela nafas. Mencoba tersadar dari kenyataan yang sesungguhnya. Tapi entah mengapa aku seakan tak ingin kenyataan itu ada. Aku ingin seperti ini saja. Duduk manis dan hanya diam sambil menikmati setiap garis lekuk wajahnya dan berhenti tepat disatu sudut lengkung bibirnya. Manis. Dia manis sekali seperti gula.
Hey, Aldy, sadarlah!
Suara-suara semacam itu terus menghantam gendang telingaku. Argh, aku benci hidup seperti ini. Hati dan pikiranku sedang tak bisa singkron menghadapi kenyataan. Aku ingin marah, tapi sayangnya aku tidak tahu harus marah dengan siapa. Dengannya? Dengan semua hari-hari bersamanya? Atau yang salah adalah awal mula perkenalan kami? Sepertinya memang yang patut disalahkan adalah perkenalan itu.
Tidak seharusnya aku berada ditoko buku itu. Tidak seharusnya aku membeli buku Astronomi itu. Tidak seharusnya dia menyukai buku yang sama. Tidak seharusnya kami berkenalan, berbicara tentang banyak hal, dan mulai menjalin tali persahabatan. Tidak seharusnya takdir kami berakhir seperti ini.
Dan sekarang aku terjebak. Terjebak dalam hal yang aku sendiri sulit untuk menjelaskannya. Dan dia... ah, dia semakin hari semakin mempesona. Mata bulat itu, hidung mungil itu, bibir tipis itu... ck! Mengenaskan sekali aku.
Dia menoleh, menatapku sejenak. “Rasanya aneh, tapi aku akan berusaha membiasakan diri memanggilmu kakak,” ujarnya sambil tersenyum. Matanya menerawang seakan berusaha menelusuri apa yang ada dipikiranku. Bodoh! Kau tidak akan mendapatkan apa-apa dalam pikiranku. Pikiranku sedang kosong.
“Kenapa menatapku seperti itu? Ada yang ingin disampaikan?” dia bertanya seperti mengintrogasiku.
Aku terdiam sesaat. Beberapa detik kemudian sebuah kalimat yang tak kusadari meluncur indah dari mulutku. “Tak bisakah untuk hari ini saja jangan anggap aku sebagai kakak tirimu? Aku mencintaimu, Elia,”