Selasa, 06 Mei 2014

Dear Keenan

Aku kangen Keenan. Bukan, Keenanku berbeda dengan Keenan Klapertaartholand. Keenanku nggak jago melukis. Keenanku nggak pendiam. Keenanku juga nggak sepintar dia.


Keenanku selalu bersikap apa adanya. Dia yang aneh, suka tertawa, dan punya banyak teman. Keenanku suka sekali mendengar cerita-ceritaku. Aku pernah bilang aku suka perahu kertas. Percakapan berikutnya, dia bilang dia suka perahu kertas. Dia berusaha menyukai apa yang aku suka. Dia berusaha membuatku nyaman.

Keenanku suka gunung, suka laut, dan suka jalan-jalan. Aku juga suka semuanya. Aku ingin sekali pergi bersamanya, menanjaki gunung tertinggi, menikmati desiran ombak di kala sunset, menjelajahi seluruh sudut negeri yang belum pernah kukunjungi. Aku yakin, bersamanya, lelah dalam perjalanan akan tergantikan nafas bahagia. Bersamanya, mimpi-mimpiku akan menjadi nyata.


Aku kangen Keenan. Kangen celotehnya, kangen leluconnya, kangen kehebohannya. Andai dia tahu, cerita-ceritanya masih kusimpan rapi dalam sebuah file. Bukan karena apa-apa, aku hanya takut tiba-tiba kangen disaat yang nggak tepat. Disaat waktu berputar lebih cepat dan kita berubah terlalu hebat.

Aku tahu, kita nggak akan bisa selamanya bersama. Kita bukan Kugy dan Keenan dalam perahu kertas. Kita bukan mereka yang punya radar neptunus.

" Keenanku, terima kasih sudah menjadi inspirasi hampir di semua puisiku. Maaf, aku nggak bisa mengatakannya langsung padamu. Maaf juga, aku berbohong pada mereka kalau puisi-puisi ini nggak ada hubungannya denganmu.


Aku takut mereka menghinamu lagi. Aku nggak bisa selamanya membelamu karena aku nggak punya alasan untuk melakukannya. Kita sudah terlalu jauh. Kita sudah melewati sejumlah waktu tanpa saling menyapa.



Lewat tulisan ini aku berharap kamu tahu, aku ingin sekali mendengar lagi suaramu. Puisiku meredup, Keenan. Aku kehabisan cerita. Aku ingin mengajakmu ke Ranca Buana, seperti saat Keenan mengajak Kugy kesana sebagai rasa terima kasihnya karena telah menjadi inspirasi di setiap lukisannya. Tapi kamu bilang, Ranca Buana nggak sebagus deskripsi dalam perahu kertas.

Kugy dan Keenan suka pisang susu. Aku dan Keenanku suka es durian. Kita selalu mencari es durian paling enak di sudut negeri ini. Aku ingat, terakhir kali kita makan es durian dengan kebab turki. Kombinasi yang aneh, tapi entahlah, aku menyukainya.


Keenan, sejak terakhir kali kita bersama mengunjungi kerajaan dewa neptunus, aku nggak pernah lupa satu pesanmu. Aku nggak boleh takut ombak. Bermain bersama ombak itu menyenangkan. Terima kasih karena kamu telah membuatku menyenanginya.

Apalagi yang bisa aku katakan selain terima kasih? Kamu mengajarkanku banyak hal tanpa kamu sadari. Kamu menjadikanku tertawa disaat-saat tergelap dalam hidupku. Kamu menelusup dalam pikiranku dan membuat inspirasiku mengalir deras dalam sekali kejap.

Keenan, aku selalu percaya, hati itu dipilih, bukan memilih. Kita nggak pernah tahu apa yang Tuhan rencanakan. Biarlah perahu kertas ini mencari pelabuhannya, dan setelahnya aku berjanji, tidak akan pernah berlayar lagi,"