Aku kangen masa kecilku.
Punya teman banyak. Bebas berlarian dan tertawa terbahak-bahak. Membeli gulali berwarna merah jambu. Bermain petak umpet. Memanjat monkey bar dan berlomba mengayun setinggi-tingginya di ayunan. Menggambar meja. Bernyanyi dengan suara keras tanpa takut orang mengkritik suara kita fals. Mengganggap diri mampu berubah menjadi power ranger dan saling mengklaim sebagai power ranger warna apa. Lalu bertengkar dengan teman. Sejam kemudian berbaikan seakan amnesia bahwa beberapa detik yang lalu saling membenci. Men-cie-kan teman perempuan yang dekat dengan teman laki-laki atau kita sendiri yang sok merasakan jatuh cinta pada kali pertama.
Semua terasa indah. Semua terasa mudah.
Lalu waktu bergulir. Umur kian bertambah. Masalah menggunung dan semakin rumit.
Memilih teman semakin selektif karena selalu ada yang menyandang gelar "pemakan teman sendiri". Sudah mulai menghindari jajanan pinggiran dengan alasan "nggak higenis". Lebih banyak bermain dengan gadget dan peran teman bermain mulai tersingkirkan, yang ada cuma teman hangout. Mulai menjaga sikap alias jaim. Sinis-sinisan, saling menggosip, menebar fitnah, dan lebih gilanya pada teman dekat sendiri. Lalu bertengkar dengan teman. Sampai mati saling membenci. Merasakan jatuh cinta yang dirasa terakhir kali tapi selalu berakhir menyedihkan.
Aku nggak tahu kenapa kita harus melalui proses ini. Sudah takdirnya?
Aku hanya kangen masa kecilku. Tapi aku, kamu, kita, sudah terlanjur dewasa. Maka mengapa kita tak sekalian saja mendewasakan diri?
Bertemanlah seperti masa kecil dengan sikap yang lebih dewasa. Lihat segala sesuatunya jangan hanya dari satu sisi. Kita manusia biasa, yang tak luput dari kesalahan. Kalau kamu menganggap temanmu adalah manusia paling "buruk" di dunia, cobalah berkaca, seberapa banyak "buruk"mu yang kamu tutupi. Barangkali di mata Tuhan, dia lebih baik darimu, teman :)
NB: ditulis disaat suntuk membaca buku THT.