Saya belum pernah membuat surat
sejenis ini. Saya hanya terbiasa menjadikan kata sebagai refleksi dari dentuman
rasa yang muncul di hati saya. Seperti saat ini, saya ingin mengurainya. Maka
bacalah apa yang tidak pernah terlihat selama ini.
Untuk kamu yang sedang ada dipikiran,
"Saya mengagumi kamu. Jangan tanya
waktu, karena mereka pun tidak tahu kapan semuanya bermula. Anehnya, kamu tidak
perlu berucap, dunia sendiri yang telah bercerita. Seolah seluruh sudut bumi
serentak memuji namamu dalam versi yang berbeda-beda.
Saya mengalirkan takdir pada arus
yang tenang, membiarkan segalanya berjalan apa adanya. Beberapa kali tertabrak
bebatuan, namun rupanya tak sanggup menghentikan arusnya. Mengapa setenang ini?
Padahal dalam hati saya sudah ingin meledak saat jarak menjeda kita.
Inikah yang dinamakan cemburu?
Kalau benar, kamulah yang pertama menciptanya.
Kesederhanaan yang kamu bangun
terlalu megah. Saya sampai kehabisan kata-kata untuk mengkisahkannya. Apalagi
saat melihat binar mata malu nan tulus yang selalu berpendar saat mata kita tak
sengaja bertautan, detik itu juga saya menjelma menjadi cenayang, menerka-nerka
apa yang sedang isi hatimu katakan.
Setiap kali mendengar celotehmu,
saya merasa memasuki dimensi waktu tak berujung. Kamu membawa saya mengarungi
dunia tanpa perlu menjejak. Lalu seketika saya bermimpi. Saya ingin kesana, ke
tempat dimana saja kamu menjatuhkan hati.
Melukislah mimpi. Menciptalah
bumi tempat kita kelak berpijak. Masa depan akan terus memanggil nama kita jika
takdir menginginkannya. Maka saya hanya bisa berdoa agar semuanya mendapat yang
terbaik dari Yang Maha Baik. Jangan khawatir, kemanapun mimpi membawamu pergi,
saya akan tetap bertahan disini. Karena saya tahu, sejauh apapun negeri yang
kamu kunjungi tidak akan pernah mengambilmu selamanya. Kamu pasti akan pulang. Ke
rumah.
Semoga saja saya bisa menjadi
rumah ternyaman untukmu kembali dari pertualangan.
Semoga saja."