[Aku harus bagaimana? Semuanya sudah terlanjur. Memang tak seharusnya mendung itu tetap disini. Bukankah aku sudah berkata "aku rela"? Maafkan aku, ini memang salahku]
Hari ini hujan kembali turun
Namun ada yang aneh
Setiap rintiknya terasa hambar
Tik... tik... tik...
Kosong, tak ada nyawa di dalamnya
Tik... tik... tik...
Kemana hujan yang biasanya?
Tik... tik... tik...
Aku:
Hey, ini sakit! Jangan sembarangan mengetuk pintu!
Kau tidak tahu pintu yang ini begitu istimewa
Kalau kau mau masuk harus pelan-pelan...
Janji ya?
Hujan pun mengangguk. Pintu itu terbuka perlahan. Seketika hujan terkejut.
Hujan:
Kenapa ada banyak kotak disini?
Berserakan, jauh lebih berantakan dari sampah
Katamu pintu ini istimewa?
Kalau seperti ini dalamnya, apa istimewanya?
Aku:
Dulu, ruang dibalik pintu ini begitu indah.
Kotak-kotak ini tersusun rapi.
Kau akan senang bermain disini, bersamaku.
Namun semuanya berubah.
Kotak terindahku telah dicuri orang.
Hujan:
Kotak apa yang dicuri?
Siapa yang berani mencurinya?
Aku:
Sekotak senyuman, makhluk bernama lelaki yang mencurinya.
Sekarang aku sudah lupa bagaimana caranya tersenyum.
Bisakah kau ajarkan aku?
Hujan:
Aku tidak bisa mengajarkanmu.
Tapi aku akan memberikanmu sesuatu.
Hujan menyerahkan kotak yang entah apa isinya.
Aku:
Apa ini kotak senyuman?
Hujan:
Bukan, ini kotak harapan.
Dengan kotak ini kau akan mampu menemukan senyummu kembali.
Percayalah.
Hujan pun berhenti
Seketika semburat pelangi melongok dibalik mendung
Dan kotak harapan itu akan kusimpan
Di balik pintu bernama hati
[Pergilah. Menjauhlah. Kali ini kupastikan semuanya sudah kembali seperti semula. Mendung itu sudah pergi. Aku baik-baik saja. Terima kasih telah menjadikannya sebagai jawaban, bahkan sebelum aku mengatakan "Aku mencintaimu"]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar