Saya seorang pemimpi. Bahkan saya abadikan dalam email saya untuk blog ini (coretansangpemimpi.blogspot.com). Kalau mau dijabarkan dalam point-point, beginilah mimpi-mimpi saya:
1. Saya ingin selesaikan studi saya di fakultas kedokteran dengan nilai yang sangat memuaskan
2. Saya ingin berbisnis dibidang clothes and accessories dengan seluruh design karya saya sendiri
3. Saya ingin membangun sebuah rumah untuk saya dan keluarga saya tempati dengan hasil jerih payah saya sendiri.
4. Saya ingin menulis sebuah buku yang menginspirasi banyak orang
5. Saya ingin naik haji serta menghajikan ayah ibu saya
6. Saya ingin lancar berbahasa inggris
7. Saya ingin mendapatkan beasiswa, apapun bentuknya
8. Saya ingin mengambil spesialist obsgyn di FKUI
9. Saya ingin ke negara 4 musim, melihat salju, dan kuliah disana.
10. Saya ingin tinggal di Bandung
Inilah mimpi terbesar dalam hidup saya. Masih banyak mimpi-mimpi kecil lain yang tidak saya sebutkan. Tapi apalah arti mimpi kalau tidak dibarengi usaha dan doa. Ya, saya sadar itu.
Sayangnya, saya menyadari satu hal. Ada tembok besar yang menghalangi langkah saya. Tembok besar itu bernama "ketakutan".
Saya takut memulai hal yang baru. Saya takut keluar dari garis yang secara tidak sadar saya buat sendiri. Saya takut kecewa. Saya takut terjatuh untuk yang kesekian kalinya. Dan ketakutan akut ini lambat laun berubah menjadi sebuah kemalasan. Kemalasan kronis yang jika tidak diobati secara perlahan mulai dari sekarang akan berdampak negatif pada mimpi-mimpi saya diatas.
Ya Allah, saya tidak ingin membunuh mimpi saya. Karena jika saya membunuh mimpi saya, secara otomatis saya juga akan membunuh diri saya sendiri. Bukankah manusia tanpa mimpi itu sama saja dengan mati?
Coba bayangkan jika kalian tidak punya mimpi, tidak akan ada perubahan dalam hidup kalian. Sebagai contoh, saya baru saja bertemu dengan penjual somay keliling di kompleks saya. Beliau sudah berdagang somay sejak saya masih duduk di bangku SD. Somaynya memang enak. Tapi lihatlah hidupnya. Dari saya berumur 9 tahun sampai sekarang hampir menginjak 20 tahun, pekerjaannya tetap berdagang somay keliling. Tidakkah dia menginginkan perubahan? Lalu jika tetap seperti itu hidupnya salah siapa? Salah takdir?
Yang membuat takdirnya seperti itu adalah dirinya sendiri. Allah berfirman, "Tidak akan berubah suatu kaum melainkan karena dirinya sendiri". Allah tidak pernah melihat hasilnya, tapi Allah melihat usahanya. Seberapa besar usaha manusia itu, maka Allah akan memberikan hasil yang setimpal dengan usaha yang dikerahkan.
Kalau saya buat kesimpulan, beginilah konsep bermimpi yang tepat: "Tulislah mimpi sebanyak-banyaknya, usaha + doa, lalu ikhlaskan hasilnya pada Tuhan yang Maha Esa"
Memang bicara lebih mudah daripada prakteknya, saya akui itu. Tapi mulai dari sekarang saya akan berusaha, walau perlahan tapi pasti, untuk meraih apa yang saya impikan sejak dulu. Mungkin bisa dimulai dengan merobohkan tembok itu :)
semangat, hani! hehehehe pasti kepikiran kata2 rahman yaaaa? hahahaha bagus deh kalo jadi menginspirasi, alhamdulillah.
BalasHapusiya, kalo saran gue sih, tembok besar itu jangan dirobohkan. tapi tembok besar bernama ketakutan itu harus kamu ubah menjadi motivasi utk melakukan semua hal yg terbaik yg INGIN kamu lakukan. kamu pasti bisa. berani salah, berani kecewa, berani terluka, berani malu, berani ambil resiko, berani kelihatan bego, dan ikhlaskan semuanya. karena dengan semua resiko itu, kita bakal semakin inget apa yg kita pelajari dan kita bakal lebih cepet pinter.
dan inget, kerjain satu per satu, dan mulai dari hal2 kecil.
contohnya, teruskan hobimu (menggambar dan menulis itu) disela2 waktu sibukmu sbg penghibur. trus kalo soal jago bahasa inggris, dan ambil beasiswa di negara 4 musim, lo bisa mulai latian conversation lewat obrolan kita sehari2 :) gapapa, gausa malu, gausa takut salah. kita sama2 belajar.
semangat! ayo raih impian bersama! :D