Just listen my voice at:
Surat untuk pohon beringin by hani aqmarina
Dear pohon beringin,
Entah apa yang membuatku berani menulis surat ini. Mungkin karena rindu yang terlalu menggebu. Akhir-akhir ini dia terlihat disekelilingku. Masih dengan senyum yang sama. Seolah menghipnotisku, sampai aku tak bisa bedakan mana bayangan dan mana kenyataan.
Dulu, dibawah lindunganmu kami banyak bercerita. Cerita apa saja. Tentang duniaku atau dunianya, dua-duanya sama-sama menarik. Dan aku menyukainya, menyukai saat-saat di senja itu. Saat dimana angin menggoyangkan rantingmu, dan kami layaknya anak kecil menangkap dedaunan yang gugur.
Di depannya aku bisa menjadi diriku sendiri. Terkadang bertingkah seperti anak kecil yang butuh perhatian, terkadang terlihat tegar namun di hari kemudian menjadi rapuh, terkadang ceria kelewat batas lalu esoknya menangis terisak-isak. Semua orang mengatakan aku aneh, bahkan pacarku sendiri. Tapi dia tidak pernah protes dengan keanehanku.
Karena dia tahu segalanya tentangku. Tentang kesukaanku pada buah durian, tentang kegilaanku pada warna coklat, atau tentang impian-impian konyolku. Ya, semuanya, bahkan tentang sesuatu yang tidak pernah aku tunjukkan sekalipun. Maka dari itu aku sering memanggilnya dengan sebutan, dukun.
But nobody’s perfect. Ada satu hal yang dia tidak tahu, bahwa yang aku ceritakan padamu ini adalah tentang dirinya.
Pohon beringin, kalau suatu saat dia menemuimu, tolong katakan padanya ya. Surat ini bukanlah fiksi. Aku benar-benar merindukannya.
Ehm, mungkin juga butuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar