Sebenarnya aku nggak terlalu mengerti soal hati. Hati itu rumit. Segala sesuatu yang menyangkut perasaan itu pasti nggak pernah sederhana. Dan sialnya, aku mudah sekali menggunakan perasaan. Beginilah nasib tipe melankolis sejati. Hiks!
Otak manusia kadang nggak bisa mengerti maksud dari kata hatinya sendiri. Sering nggak sinergis. Alhasil, kita sering terjebak pada titik bifurkasi dimana harus memilih antara mengikuti kata otak atau kata hati. Dan aku, mungkin karena aku terlalu sering mengikuti kata hati dan berujung pada kekecewaan, akhir-akhir ini aku lebih memilih mendengarkan logika. Sebisa mungkin aku menjawab pertanyaan yang terus berkeliaran, "Apa dia orangnya?"
Tapi otak nggak bisa menjawabnya. Kenapa? Karena Tuhan mengirimkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu lewat hati, lewat perasaan, lewat hal tersensitif yang sering kali menghasilkan jawaban salah. Rumit kan?
Rumit itu karena kita yang membuatnya menjadi bercabang-cabang nggak karuan. Tuhan menciptakannya sederhana kok. Solusinya? Biarkan saja. Ketika orang baru mengetuk pintu hatimu, biarkan dia masuk. Kalau setelah hari berganti dan kamu merasa malah jadi rumit, berarti bukan dia orangnya. Kalau sudah tahu bukan dia orangnya, kenapa harus dipertahankan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar